Kembali ke Artikel
Cinta Simpang Jalan Banowati Sumber Gambar: Dokumentasi Penulis
30 Jul/2019

Cinta Simpang Jalan Banowati

Cinta Simpang Jalan Banowati

Rifqi Risnadyatul Hudha

 

Sisa-sisa biasan mega masih terpancar di langit. Sepertinya matahari akan mulai menyapu bumi. Awan mulai berlayar. Kulihat mata Kanjeng Putri Banowati menerawang jauh, seperti menembus gulungan awan. Dari jendela istana, ia bisa merasakan angin segar yang menyusup memasuki istana. Ia juga bisa melihat ke segala arah, termasuk awan yang mulai menggerombol seperti bulu-bulu domba.

“Kanjeng Putri, kembang tujuh rupa sudah saya siapkan.

Ia tak segerah menjawabnya.

“Kanjeng Putri…” Kupanggil sekali lagi, tapi ia tetap tak menjawab.

Kulangkahkan kaki lebih dekat ke arahnya. Ternyata butiran air mata membasahi pipinya. Kupegang bahunya.

 “Ada apa Kanjeng Putri?”

“Surti, aku sudah tidak sanggup menahan perasaan ini. Sampai kapan ini Surti? Sampai kapan begini?

“Ada apa Putri? Dalem benar-benar tidak mengerti maksud Putri.”

Tiba-tiba ia merangkulku dan berkata, “Aku belum bisa melupakan Arjuna. Semakin lama perasaan ini bukannya hilang, tapi rasa cintaku semakin bertambah dan menggebu.”

Kubelai rambut Kanjeng Putri Banowati yang tergerai memanjang. Butiran air mata semakin deras menetes di pipinya.

“Putri, sebaiknya Kanjeng Putri tidak bertemu lagi dengan Raden Arjuna. Semakin Kanjeng Putri sering bertemu beliau, semakin Kanjeng Putri tidak bisa melupakannya. Tapi, dalem juga tidak bisa menyalahkan Putri. Hati memang punya pilihan tersendiri yang tidak bisa diatur oleh akal.”

“Ya, memang benar Surti. Sekeras apa pun kucoba, selemah apa pun daya tuk mengingatnya, hati memiliki pilihan tersendiri yang tak bisa diatur oleh akal. Ini yang menjadi kebimbanganku, Surti. Aku merasa berdosa pada Kang Mas Prabu Duyurdana. Berkali-kali aku mengkhianatinya.”

Air mata Kanjeng Putri Banowati semakin deras, tapi pembicaraan itu segera diakhiri karena tiba-tiba Raden Kanjeng Duryudana datang menghampiri. Aku segera pamit pergi.

***

Aku bisa merasakan perasaan yang dialami Kanjeng Putri Banowati. Ia memang sangat mencintai Raden Arjuna. Jika saja waktu itu Raja Prabu Salya tidak memaksa Kanjeng Putri Banowati untuk menikah dengan Raden Duyurdana, pasti cinta Kanjeng Putri dan Raden Arjuna bisa bersatu. Sayangnya Kanjeng Putri Banowati merelakan dirinya menikah dengan Raden Duyurdana demi menyelamatkan istana.

Kanjeng Putri Banowati diam-diam sering menemui Raden Arjuna dengan alasan semedi ke gunung. Malam itu suasana istana sepi. Angin yang berembus membuat mataku terpejam lelap. Saat sang dewi malam berlayar di sunyi sepi, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Dua tiga kali, aku tak menghiraukannya, tapi beberapa menit kemudian terdengar suara seretan pintu. Aku tercengang bangun setengah tidak sadar.  Semula yang tidak kuasa membuka mata aku langsung terkekah bangun karena kaget. Ternyata yang berdiri di pintu itu adalah Kanjeng Putri Banowati. Ia tersenyum dengan mata berbinar-binar. Tidak biasanya Kanjeng Putri Banowati seperti itu.

“Surti….”

 Ia memanggilku dengan aura positif yang ada dalam dirinya. Seakan kecantikan Kanjeng Putri Banowati terpancar sempurna.

“Ada apa Kanjeng Putri? Larut malam seperti ini, apa yang Kanjeng Putri butuhkan?”

“Surti, bangaimana dengan penampilanku malam ini?”

Aku tersenyum sekilas, lalu aku menjawab dengan sedikit penasaran, “Wah… Kanjeng Putri menarik sekali! Pasti Raden Prabu Duyurdana senang sekali melihat kecantikan Kanjeng Putri seperti ini. Tapi, tumben sekali Kanjeng Putri memberikan suguhan diri yang menarik di hadapan Raden Duyurdana. Ada angin apa Kanjeng Putri?”

“Ada angin apa?” Kupertegas kembali pertanyaanku.

“Stttt… Surti jangan keras-keras nanti Kang Mas Prabu Duyurdana mendengar pembicaraan kita Surti.”

Aku semakin bingung dan tidak mengerti. Tiba-tiba Kanjeng Putri Banowati menghampiri telingaku.

“Surti, aku ingin berbagi kebahagiaan kepadamu, tapi kebahagiaan ini jangan kau bagi dengan satu orang pun. Kau mau berjanji untuk itu Surti?”

“Tentu Kanjeng Putri.”

“Surti, malam ini aku akan bertemu Arjuna. Aku bahagia sekali Surti,” kata Kanjeng Putri sambil meremas-remas bantal.

“Bagaimana bisa Kanjeng Putri? Bagaimana dengan Raden Prabu Duyurdana? Tidak mungkin Raden Prabu mengizinkan Kanjeng Putri menemui Raden Arjuna.”

Aku bertanya dengan hiperkorek. Apalagi Kanjeng Putri tidak segera menjawab. Ia malah tersenyum melihatku. Dari pancaran auranya tergambar jelas, Kanjeng Putri Banowati hatinya sedang berbunga-bunga. Tidak seperti biasanya pula, ia berlama-lama di kamar mandi. Rupanya ia sedang memanjakan tubuhnya agar terlihat segar dan cantik di hadapan Arjuna.

“Ya jelas Surti, Kang Mas Duyurdana tidak akan mengizinkan. Bisa-bisa terjadi perang.”

“Lantas, alasan apa yang Putri ajukan pada Raden Duyirdana? Dalem penasaran Kanjeng Putri.”

Lagi-lagi ia tersenyum dan senyumnya selalu membuatku penasaran.

“Aku izin kepada Kang Mas Duyurdana dengan alasan semedi di gunung. Jadi, aku bisa menikmati hari-hari dengan Arjuna. Aku bahagia sekali Surti.”

“Aduuh… Kanjeng Putri ini ada-ada saja. Bagaimana kalau Raden Duyurdaya memergoki Kanjeng Putri?”

“Tidak mungkin, Surti. Aku sudah menyusun strategi. Aku menyuruh beberapa prajurit menjaga titik-titik tertentu agar tidak ada yang menggangguku. Mereka sudah aku kasih batas-batas agar tidak melewati garis yang aku tentukan, sedangkan Arjuna sudah menunggu di sana sebelum aku dan prajuritku datang. Baguskan strategiku, Surti?”

“Kanjeng Putri hati-hati ya di sana. Dalem khawatir.”

“Sudahlah, Surti. Pasti aku baik-baik saja. Sekarang komentari penampilanku Surti. Apakah tubuhku sudah harum? Kulitku sudah halus? Dan… Rambutku sudah rapi?”

“Sudah-sudah Kanjeng Putri.”

Kanjeng Putri tersenyum dengan sumringah. Lalu ia bergegas untuk pergi.

“Kalau begitu, aku pergi dulu.”

Ia meninggalkan senyum sumringahnya.

“Iya, Kanjeng Putri. Hati-hati!

***

Sepertinya cinta Kanjeng Putri Banowati kepada Raden Arjuna tidak akan pernah pudar. Meskipun Kanjeng Putri Banowati telah menikah dengan Raden Duyurdana dan pernikahan mereka usianya sudah bertahun-tahun, tapi perasaan Kanjeng Putri Banowati kepada Raden Arjuna tidak luntur. Raden Duyurdan memang tidak pernah menaruh curiga pada Kanjeng Putri Banowati. Ia rupanya sudah terlena dengan kecantikan dan kemolekan Kanjeng Putri Banowati. Raden Arjuna memang tampan dan berwibawa, pantas saja kalau Kanjeng Putri Banowati terpikat kepadanya. Setelah pulang dari persemediannya, Kanjeng Putri Banowati terlihat bahagia dan sumrigah. Raden Duyurdana, prajurit, dayang-dayang, dan semua penghuni istana juga merasakan perubahan itu. Mereka mengira Kanjeng Putri Banowati diberkati para dewa karena khusyuk dalam semedinya. Padahal Kanjeng Putri Banowati tidak semedi, tapi ia menikmati hari-harinya dengan Raden Arjuna di gunung. Alasan mengapa Kanjeng Putri Banowati sumringah setelah pulang dari gunung, pasti tidak lain karena ia bisa menikmati hubungan itu, tanpa ada yang mengganggu.

Sebagai abdi dalem yang selalu melayani Kanjeng Putri Banowati dan sekaligus tempat curahan hati Kanjeng Putri Banowati, aku selalu tahu apa yang dilakukan Kanjeng Putri Banowati. Aku juga tahu bagaimana perasaannya. Aku mengerti apa yang dirasakannya. Kanjeng Putri Banowati kadang merasakan kebimbangan cintanya itu. Ia sangat mengimpikan bisa bersatu dengan Arjuna dalam hubungan yang benar-benar resmi, diakui, dan disaksikan seluruh warga Kerajaan Mandakara, juga direstui oleh Raja Prabu Salya. Kadang Kanjeng Putri Banowati juga merasa berdosa dengan perbuatannya yang telah mengkhianati suaminya, Raden Duyurdana.

                                                                           ***

Dari atas istana, semua tampak indah dan menawan. Pegunungan terhampar membiru seperti dinding kokoh yang memagari istana. Sungai meliuk-liuk membelah rimba belantara mengantarkan airnya dari belahan gunung ke persawahan petani di kaki bukit. Kabut yang sebagian menutupi pegunungan dan lembah di bawah sana menambah keindahan pemandangan istana. Nyanyian burung dan sinar matahari yang terhalang oleh awan tipis membuat hati terasa enggan beranjak melewatkan keeksotikan istana. Keindahan seperti ini menyentuh hatiku dan Kanjeng Putri Banowati untuk saling menceritakan perasaan satu sama lain. Perasaan yang Kanjeng Putri Banowati rasakan sepulang dari gunung, tempat persemediannya bersama Raden Arjuna.

“Aku senang sekali, Surti. Seandainya aku bisa mengecup kening Arjuna di kala mataku akan terpejam saat hendak tidur dan bisa melihatnya ketika aku bangun, seperti hari-hari kemarin yang aku lakukan dengan Arjuna, aku pasti bahagia, Surti.”

 Dalem mengerti perasaan Kanjeng Putri. Kita pasti menginginkan orang-orang yang kita cintai bisa bersama kita. Sama halnya dengan perasaan Surti kepada Kang Sudirman, prajurit istana itu. Dalem juga menginginkan Kang Sudirman bisa menjadi pendamping hidup Surti. Tapi sepertinya takdir tidak bersahabat kepada dalem, Kanjeng Putri.”

“Benar Surti, sepertinya takdir tidak bersahabat dengan kita.”

***

Sepertinya hubungan Kanjeng Putri Banowati dan Raden Arjuna semakin jauh melampaui batas. Kanjeng Putri Banowati resah ketika Lesmana, putra pertamanya lahir, karena putranya itu tidak mirip dengan Raden Duryudana melainkan mirip dengan Raden Arjuna. Kanjeng Putri Banowati takut rahasia perselingkuhannya dengan Raden Arjuna terbongkar. Semua warga istana terheran-heran melihat putra pertama Kanjeng Putri Banowati  dan Raden Duyurdana. Mengapa putranya itu tidak mirip dengan Raden Duyurdana? Mengapa seperti mirip dengan Raden Arjuna? Sempat kubertanya pada Kanjeng Putri Banowati, apa benar itu adalah anak Raden Arjuna. Ia mengakui perbuatannya itu. Kanjeng Putri Banowati segera membicarakan hal tersebut dengan Arjuna. Kemudian Raden Arjuna melakukan permintaan pada dewa-dewa untuk mengubah wajah Lesmana menjadi mirip Raden Duyurdana. Permintaan itu dikabulkan. Akhirnya isu-isu dalam istana lama-kelamaan hilang.

Bertahun-tahun mimpi Kanjeng Putri Banowati untuk menjadi istri Raden Arjuna akhirnya terwujud. Istri Raden Arjuna, Dewi Wara Subrata meninggal karena menyelamatkan kehormatannya dari Burisrawa. Ia menusukkan keris pada tubuhnya. Akhirnya Dewi Wara Subrata meninggal. Begitu pula dengan Raden Duyurdana, beliau meninggal pada perang Bharata. Kanjeng Putri Banowati dan Raden Arjuna sama-sama tidak mempunyai pasangan. Kanjeng Putri Banowati yang menjadi janda dengan senang hati bersedia menerima pinangan Raden Arjuna.

“Surti, semoga takdir juga akan bersahabat denganmu suatu saat nanti.”

“Iya Kanjeng Putri, kita tidak akan bisa menerka, kapan mimpi kita akan terwujud. Dalem pasrahkan hati ini. Biar takdir menjawabnya.”

“Kanjeng Putri pasti bahagia?”

“Benar Surti, pernikahan ini yang tunggu bertahun-tahun.”

 

* Rifqi Risnadyatul Hudha adalah editor Pustaka MediaGuru

JELAJAH