Kembali ke Artikel
Guru Juga Manusia Sumber Gambar: Dokumentasi Penulis
30 Jul/2019

Guru Juga Manusia

Guru Juga Manusia

Aan Nurchayati, M.Pd.

 

Dunia pendidikan saat ini sedang diramaikan dengan penerimaan siswa baru dengan sistem zonasi. Banyak hal yang membuat serba-serbi di dalam menerima murid baru. Ini juga terjadi di sekolah tempat saya bekerja. Ada hal-hal yang menarik saat dibentuk kepanitiaan sampai kegiatan Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) dilakukan.  Semua seolah disetting dengan sedemikian sempurna dan harus perfect. Sayangnya, guru juga manusia biasa.

Pernahkah Anda mengalami momen menjadi seorang guru itu membosankan? Pernahkah Anda mengalami saat mengajar tanpa sadar sudah melukai hati anak-anak? Pernahkah Anda mengalami saat bicara ternyata melukai orang yang mendengar? Pernahkah Anda mengalami saat Anda menegur seorang siswa yang berbuat kesalahan depan umum? Pernahkah Anda mengalami memberikan hukuman kepada siswa Anda dengan begitu keterlaluan dan sulit diterima akal sehat? Pernahkah Anda merasakan bahwa Anda itu seorang guru yang belum layak dikatakan sempurna dengan tidak mengikuti aturan yang Anda berlakukan sendiri?

Jawaban dari semua pertanyaan itu, saya pernah mengalami sendiri. Iya, saya pernah mengalami ketika saya bosan mengajar. Ya, saya juga pernah saat mengajar kadang terpeleset sehingga melukai anak didik saya. Saya juga pernah mengalami saat bicara melukai orang yang saya ajak bicara dengan tanpa sadar. Saya juga pernah menegur seorang siswa yang berbuat kesalahan di depan umum. Saya juga pernah memberikan hukuman yang cukup keterlaluan bagi saya sendiri saat memotong rambut siswa laki-laki yang tak mau ke pangkas rambut. Saya juga pernah merasakan bahwa saya belum layak dibilang sebagai guru yang perfect karena terkadang saya juga tidak menjalankan aturan yang saya  buat sendiri.

Apakah hal itu wajar? Entahlah. Bagi saya yang menjadi manusia biasa itu wajar. Tapi, bagi sebagian yang lain mungkin itu tidak wajar. Karena, pandangan guru juga manusia biasa itu sepertinya tidak cocok disandang seorang yang bertitel guru. Kenapa? Karena guru itu harusnya sudah cukup dengan imannya yang tebal. Sehingga mampu mengendalikan diri dari setiap apa pun yang dipandang dan dinilai kurang baik. Guru juga dinilai sudah banyak ilmunya dalam mempelajari penanganan masalah anak. Segala ilmu yang ada dalam guru itu sudah lebih dari cukup untuk dia menyandang kata guru. Selain itu, menjadi guru juga selalu dianggap orang hebat, bermartabat, dan bukan orang gila. Guru itu adalah orang yang sangat waras dan serba harus baik.

Ternyata, manusia itu memiliki kelemahan dan keterbatasan. Sebaik dan sesempurna apa pun, manusia tetap memilikinya. Dan ketika manusia sudah tak lagi mampu berbuat kesalahan, itu berarti manusia tersebut sudah berbalut tanah. Namun semoga saja, di balik kelemahan seorang guru sebagai manusia, tetap jasanya tiada tara. Guru tetaplah pahlawan tanpa tanda jasa.

* Aan Nurchayati, M.Pd. adalah Kepala PAUD MawarBunda, Guru PAI SMPI Harapan Ibu School, dan Dosen FKIP UT & UMT

 

 

 

 

JELAJAH