Kembali ke Artikel
Kelas Baru dan Literasi Sumber Gambar: Dokumentasi Penulis
30 Jul/2019

Kelas Baru dan Literasi

Kelas Baru dan Literasi

Mahniar Sinaga,S.Si., S.Pd.

 

Ada pepatah mengatakan, buku adalah jendela dunia. Maksudnya, dengan banyak membaca, seseorang dapat memiliki ilmu pengetahuan yang luas, bahkan seluas dunia. Di abad ke-21 media untuk mendapat informasi lebih mudah. Bukan hanya melalui buku, majalah maupun surat kabar, tapi juga bisa melalui teknologi informasi seperti internet. Namun walaupun sudah mudah, tapi tidak dibiasakan dan diajarkan sejak dini, media-media yang tersedia tidak akan berarti apa-apa.

Untuk itu, guru-guru Darul Ilmi Murni (DIM) berusaha menciptakan budaya literasi untuk anak didiknya. Budaya literasi yang dimaksud meliputi kegiatan membaca, menulis, memecahkan masalah, dan hal-hal yang menjadikan anak-anak berpengetahuan luas dan berkreativitas dengan kemampuan mereka sendiri. Harapannya, mereka mampu memanfaatkan hasil bacaan untuk kecakapan hidup mereka di masa yang akan datang. Sebab, dalam menghadapi revolusi mental saat ini, peserta didik yang menguasai keterampilan abad 21 yang bisa memenangkan kompetisi hidup di masa yang akan datang. Keterampilan abad 21 yang dikenal dengan kegiatan berpikir kritis, kreatif dan inovatif, kolaboratif, dan komunikatif diperoleh lewat literasi dasar baca dan menulis.

Dalam menyambut tahun ajaran baru 2019/2020, di hari pertama para guru mencoba menyambut peserta didik dengan membekali mereka dengan tajuk “Arti Literasi dan Mengapa Harus Berliterasi”. Tujuannya, guru ingin meninggalkan kesan istimewa di hari pertama mereka bersekolah agar ketika pulang ke rumah mereka menginformasikan kepada orang tua bahwa materi literasi diberikan oleh guru di hari pertama sekolah. Sebab literasi penting untuk dilakukan dan keterlibatan orang tua khususnya sangat diharuskan dalam mendukung program gerakan literasi sekolah. Alhasil, bukan saja di sekolah literasi itu dilaksanakan melainkan di rumah dan lingkungan tempat tinggal pun harus membudayakan literasi. Orang tua juga harus memonitor  anak agar kegiatan literasi termasuk kegiatan rutin yang dilakukan di mana saja dan kapan saja.

Menciptakan sekolah berbasis literasi ini  sudah dimulai dengan kegiatan wajib membaca 15 menit sebelum jam pelajaran. Anak-anak diminta membawa buku kesukaannya dari rumah untuk dibaca di sekolah. Buku tersebut juga bukan termasuk buku pelajaran sehingga anak lebih senang membacanya.

Kebiasaan anak-anak dalam membaca akan menumbuhkan kreativitas mereka. Perluasan literasi menulis juga butuh untuk ditampilkan demi meningkatkan semangat anak-anak dalam melakasanakan gerakan literasi sekolah. Ada beberapa peserta didik yang mengikuti kelas Sasisabu yang diselenggaraklan oleh Media Guru Indonesia yang baru saja dihelat di Aula DIM. Dari pelatihan tersebut, bakat menulis peserta didik semakin tampak. Sebagai catatan, kegiatan menulis timbul karena budaya membaca mereka yang sudah lama diterapkan di sekolah. Selain peserta didik, guru-guru DIMjuga antusias dalam mengikuti kalas Sagusabu.

Hal-hal inilah yang dibutuhkan dari pihak-pihak pendukung dalam menciptakan manusia pembelajar yang baik serta membantu dalam memublikasikan hasil karya anak. Yayasan dan kepala sekolah yang terus mendukung kegiatan-kegiatan dalam membudayakan gerakan literasi, menyediakan media-media, bacaan-bacaan, fasilitas, dan tempat untuk terlaksananya gerakan literasi sangat dibutuhkan. Sebut saja, sebelum hari masuk sekolah dimulai, para guru diimbau agar menyulap kelas seperti istana yang membuat peserta didik betah berada di kelas. Kelas baru yang mereka huni harus mendukung kegiatan literasi membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Misalnya, setiap kelas membuat istilah kios baca, sudut baca, ruang baca, ataupun lainnya yang mengistimewakan kelas menjadi taman baca setiap hari.

*Mahniar Sinaga adalah guru kelas 5 RA DIM, Deli Serdang, Sumatera Utara

 

 

JELAJAH