Kembali ke Artikel
Literasi untuk Anak Tunagrahita? Why Not Sumber Gambar: Dokumentasi Penulis
10 Aug/2019

Literasi untuk Anak Tunagrahita? Why Not

Literasi untuk Anak Tunagrahita? Why Not.

Zakiyah, S.Pd.

 

Anak tunagrahita. Siapa dia? Yang orang awam tahu, mereka adalah anak cacat mental. Sungguh miris sebutan itu ditujukan kapada anak tunagrahita. Tidak dapat dimungkiri, itulah kenyataan yang ada dan masih melekat di benak orang-orang yang tidak dan belum mengerti apa itu pendidikan luar biasa. Ada benarnya juga pendapat mereka tapi bukan berarti mereka boleh dikatakan secara kasar sebagai anak cacat. Mereka hanya anak yang membutuhkan perlakuan khusus.

Secara umum, anak tunagrahita adalah anak yang mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dan memiliki kecerdasan di bawah rata-rata. Dengan kecerdasan di bawah rata-rata ini, anak tunagrahita ringan memiliki keterbatasan dalam berpikir abstrak dan kemampuan intelektual lain. Anak tunagrahita ringan lebih banyak belajar dengan cara membeo (rate learning). Walaupun kemampuan akademisnya terbatas, namun mereka masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam bidang keterampilan.

Dalam mengenalkan program literasi pada anak tunagrahita memerlukan cara dan pendekatan khusus. Untuk mengenalkan gerakan literasi kepada anak tunagrahita harus dilakukan dengan sederhana dan harus menarik. Itulah uniknya anak tungrahita.

Para guru di SLB Negeri Mojosari yang menangani anak tunagrahita dalam mengenalkan literasi menggunakan pendekatan individual. Guru harus tahu apa yang disukai dan tidak disukai anak, sebab untuk pengenalan literasi dimulai dari titik paling bawah, yaitu mengenalkan buku dengan gambar-gambar yang menarik dan warna mencolok. Dengan mengenal kejiwaan dan kesukaan anak didik secara individual, anak akan mudah dibawa ke dunia literasi dengan melihat gambar-gambar yang disukai anak, sebab bila gambar itu tidak disukai atau bahkan membuat anak takut, buku itu akan dirobek oleh mereka.

Sebaliknya, bila anak sudah tertarik dengan gambar yang ada dalam buku, anak akan tenang dan bisa asyik melihat-lihat buku. Ini biasanya diperlakukan untuk anak tunagrahita kelas rendah.

Untuk anak tunagrahita kelas besar berbeda cara penanganannya. Mereka bisa diberi buku apa saja, misalnya buku pelajaran atau buku cerita. Namun, tetap dengan gambar agar bisa menarik perhatian anak. Dengan teknik pengembangan membaca melalui cerita yang ada di buku bagi anak yang belum bisa membaca bisa mengeja.

Untuk anak tunagrahita yang lancar membaca dikembangkan dengan menulis kembali tulisan pada cerita secara sederhana sesuai kemampuan anak. Anak mau dan mampu untuk melihat-lihat buku itu saja merupakan awal yang baik. Dengan demikian, guru akan mudah mengarahkan ke tahap yang lebih tinggi, yaitu bisa membaca dan menulis meskipun sederhana.

Melalui kebiasaan melihat-lihat buku secara tidak langsung juga mengajari budaya literasi kepada anak tunagrahita meskipun termasuk tingkat paling bawah. Meskipun demikian, guru dituntut untuk memberikan pengawasan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, seperti buku dirobek.

Bila anak tungrahita yang kelas kecil atau besar dianggap sudah bisa membaca dan tidak hiperaktif atau emosinya terkendali, anak dikenalkan dengan perpustakaan sekolah. Di sana mereka bisa melihat-lihat banyak buku dan bisa membaca. Bila anak belum bisa membaca atau masih belum terkendali, hiperaktif, dan emosinya dikhawatirkan dapat merusak buku-buku di perpustakaan, guru bisa membawa buku ke dalam kelas agar lebih mudah dalam mengawasinya.

 

* Zakiyah, S.Pd. adalah SLB Negeri Seduri Mojosari

 

 

 

JELAJAH