Kembali ke Artikel
Pemodelan Matematika
11 Jun/2020

Pemodelan Matematika

PEMODELAN MATEMATIKA

Oleh Edi Sutomo

 

Tuntutan kualitas pendidikan Bangsa Indonesia yang cukup tinggi pada era disrupsi ini ditandai oleh perubahan yang sangat cepat memerlukan guru yang lebih profesional. Kita tentu paham bahwa saat ini kita telah memasuki era revolusi industri generasi ke empat, atau lebih dikenal dengan Industri 4.0. Pada industry 4.0 peralatan, mesin, sensor, dan manusia dirancang untuk mampu berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan teknologi internet yang dikenal sebagai “Internet of Things (IoT) atau Internet of People (IoP) serta pemaksimalan artificial intelligence . Salah satu karakteristik unik dari industri 4.0 adalah penggunaan robot untuk menggantikan tenaga manusia sehingga lebih murah, efektif, dan efisien.

Senyampang dengan hal tersebut, ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menyiapkan pendidikan bagi masa depan. Tantangan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Informasi yang tersedia untuk dipahami dan digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan akan semakin banyak; (2) Inovasi yang dilakukan oleh suatu perusahaan akan dengan mudah diketahui; (3) Permintaan dan penyediaan barang dan jasa akan berlangsung lintas negara; (4) Keberhasilan membangun jejaring di atas sangat ditentukan oleh kemampuan seseorang dalam berkomunikasi.

Salah satu tantangan guru matematika dewasa ini adalah bagaimana mengajarkan beyond mathematical content, bukan sekedar thinking mathematically. Beberapa tantangan kehidupan di era global tersebut sebenarnya telah dikaji oleh banyak pakar. Hasil kajian menunjukkan diperlukannya 4C’s (critical thinking, creative thinking, collaboration, and communication skills) untuk menghadai kehidupan di era global. Ada beberapa point yang perlu dipersiapkan guru dalam mempersiapkan anak didik dimasa mendatang yaitu bagaimana guru mengasah kemampuan anak dalam membuat sebuah pemodelan masalah.

Dalam kehidupan sehari-hari, kata model sering digunakan, dan mengandung arti sebagai contoh, miniatur, peta, imej sebagai representasi dari suatu masalah. Secara singkat dapat dikatakan bahwa apabila ada suatu unsur A (dapat berupa masalah, fenomena) dan modelnya B, maka terdapat kumpulan unsur-unsur dalam B yang mempunyai padanan dengan A. Suatu fenomena atau sebuah unsur tertentu dapat direpresentasikan dengan suatu variabel. Suatu masalah yang timbul akan lebih mudah dan menjadi tampak sederhana, apabila masalah itu dinyatakan secara matematik. Misalnya, outcome suatu pembelajaran (S) ditentukan oleh beberapa variabel, seperti kualitas guru (x), intake anak didik (y), sarana penunjang pembelajaran (z). Jika disusun rumusan unsur-unsur ini, dapat dinyatakan bahwa mutu lulusan adalah fungsi dari faktor-faktor x,y,z. Bentuk model matematika dari berbagai variable tersebut dapat ditulis dengan S = (x,y,z).

Kondisi demikian perlu diabstraksikan kemudian ketidaksempurnaan yang terdapat pada masing-masing unsur dieliminir sehingga kemudian dipandang telah sesuai dengan kondisi sesungguhnya. Proses ini disebut proses abstraksi dan idealisasi. Dalam proses ini diterapkan prinsip-prinsip matematika yang relevan sehingga menghasilkan sebuah model matematika yang diharapkan.

Untuk selanjutnya, anak didik perlu dirangsang dan dibiasakan untuk membuat pemodelan mulai dari hal yangs sederhana sampai kepada hal yang cukup rumit terkait dengan berbagai persoalan yang mereka hadapi sehingga anak didik mampu membahasakannya kedalam “bahasa matematika” yang lebih sederhana. Jika anak didik mampu membuat persoalan yang awalnya dianggap rumit oleh anak didik menajdi sebuah proses dan bahasa yangs sederhana hal ini akan cukup membantu dalam pengembangan pola pikir mereka.

Penulis menganggap pemodelan dalam matematika penting untuk dilakukan karena dalam penentuan model perlu dilakukan beberapa tahapan, diantaranya: Masalah, Adanya masalah nyata yang ingin dicari solusinya merupakan awal kegiatan penyelidikan. Masalah tersebut harus diidentifikasi secara jelas, diperiksa dengan teliti menurut kepentingannya. Bila masalahnya bersifat umum maka diupayakan menjadi masalah khusus atau operasional Karakterisasi masalah, masalah yang diteliti diperlukan karakterisasi masalahnya, yaitu pengertian yang mendasar tentang masalah yang dihadapi, termasuk pemilihan variabel yang relevan dalam pembuatan model serta keterkaitanya.

Formulasi model matematik, formulasi model merupakan penterjemahan dari masalah kedalam persamaan matematik yang menghasilkan model matematik. Ini biasanya merupakan tahap (pekerjaan) yang paling penting dan sukar. Makin paham akan masalah yang dihadapi dan kokoh penguasaan matematik seseorang, akan sangat membantu memudahkan dalam mencari modelnya. Dalam pemodelan ini kita selalu berusaha untuk mencari model yang sesuai tetapi sederhana. Makin sederhana model yang diperoleh untuk tujuan yang ingin dicapai makin dianggap baik model itu. Dalam hal ini model yang digunakan ada-kalanya lebih dari satu persamaan bahkan merupakan suatu sistem, atau suatu fungsi dengan variabelvariabel dalam bentuk persamaan parameter. Hal ini tergantung anggapan yang digunakan. Tidak tertutup kemungkinan pada tahap ini juga dilakukan "coba" , karena model matematik ini bukanlah merupakan hasil dari proses sekali jadi.

Analisis, analisis matematik kemudian dilakukan dengan pendugaan parameter serta deduksi sifat-sifat yang diperoleh dari model yang digunakan. Validasi, model umumnya merupakan abstraksi masalah yang sudah disederhanakan, sehingga hasilnya mungkin berbeda dengan kenyataan yang diperoleh. Untuk itu model yang diperoleh ini perlu divalidasi, yaitu sejauh mana model itu dapat dianggap memadai dalam merepreaen-tasikan masalah yang dihadapi. Proses validasi ini sebe-narnya sudah dimulai dalam tahap analisis, misalnya dalam hal konsistensi model terhadap kaedah-kaedah yang berlaku. Perubahan, apabila model yang dibuat dianggap tidak memadai maka terdapat kemungkinan bahwa formulasl model yang digunakan atau karakterisasi masalah masih banyak belum layak (sesuai), sehingga perlu diadakan perubahan untuk kemudian kembali ke tahap berikutnya.

Model memadai, bila model yang dibuat sudah memadai, maka tahap berikutnya dapat dilakukan. Model tersebut dapat digunakan untuk mencari solusi masalah yang diinginkan. Model suatu masalah akan sangat terkait dengan tujuan yang diinginkan. Masih terdapat kemungkinan bahwa model yang kita anggap memadai saat ini, dengan makin bertambahnya informasi yang terkumpul, suatu waktu nantinya mungkin dianggap tidak lagi memadai. Apalagi pengamatan yang kita lakukan hanyalah merupakan sebagian informasi yang tersedia. Dalam tahap ini dilakukan interpretasi keluaran dari model dan dikonsultasikan pada bahasa masalah semula.

Pada prinsipnya, pemodelan dalam matematika bukanlah hal yang baru dalam dunia pendidikan. Akan tetapi hal ini menjadi sering terlewatkan disaat padatnya beban kurikulum serta berbagai tagihan yang harus dilaksanakan oleh guru. Akan tetapi proses seperti ini sebagaimana teknik induksi dalam pembelajaran perlu ditingkatkan frekuensinya. Namun yang perlu dilaksanakan terlebih dahulu sebelum membiasakan anak didik untuk melaksanakan teknik pemodelan matematika dalam proses pembelaaran perlu ditekankan kembali bagaimana kebiasaan anak dalam berliterasi.

Sumber artikel: https://edisutomo.gurusiana.id/article/2020/6/pemodelan-matematika-3686475

JELAJAH