Kembali ke Artikel
Suka Duka Kepala Sekolah Sumber Gambar: TheWorldNews.net
30 Jul/2019

Suka Duka Kepala Sekolah

Suka Duka Kepala Sekolah

Dewi Sri Indriati Kusuma S.Pd., M.Si.

 

Banyak hal yang ingin diceritakan tetapi tidak terceritakan

Banyak hal yang ingin ditulis tetapi tidak tertuliskan

Banyak hal yang ingin dicurhatkan tetapi tidak tercurhatkan

 

Saat ini saya ingin curhat dari sekian rasa yang sudah saya rasakan. Saya akan mencoba mengurai rasa yang selama ini membelenggu. Curhat saya mengenai PPDB yang memberlakukan sistem zonasi. Sepanjang perjalanan saya menjadi kepala sekolah, kurang lebih 10 tahun, PPDB kali ini adalah PPDB terberat yang saya rasakan, khususnya teman-teman panitia PPDB.

Sebelum dimulai PPDB, kami melaksanakan rapat persiapan. Mulai dari memastikan panitia sudah memahami juknis dan siap melaksanakan tugas sesuai job description, memastikan panitia agar tidak terbujuk rayuan gombal pihak-pihak yang ingin memaksakan kehendak, persiapan papan pengumuman, ruangan, bahan-bahan yang dibutuhkan, hingga teknis pelaksanaaan kegiatan sesuai dengan juknis PPDB. Pendaftaran dimulai pada 2—6 Juli 2019.

Hari pertama PPDB kami merencanakan untuk briefing pukul 07.30 WIB sebelum dilaksanakan kegiatan PPDB. Saya sampai di sekolah pukul 06.30 WIB dan saya sangat terkejut sekali ternyata sudah banyak orang tua yang menunggu untuk mendaftar PPDB. Kami melaksanakan briefing sekitar 15 menit dan segera melayani orang tua calon peserta didik tepat pukul 08.00 WIB. Banyaknya pendaftar, kurang lebih 300 orang, dalam satu waktu membuat panitia kewalahan. Panas terik matahari dan antrean panjang menghilangkan rasa sabar dari bapak ibu yang mendaftarkan anaknya ke sekolah. Banyak terdengar sumpah serapah terhadap panitia akibat rasa tidak sabar tersebut. Miris hati mendengarnya. Ketika pukul 12.00 WIB waktunya istirahat tetapi panitia merelakan waktu istirahatnya lewat dan juga masih dibayar dengan ucapan-ucapan yang tidak menyenangkan. Akhirnya masa pendaftaran selama lima hari selesai sudah.

Tiga hari terakhir menjelang pengumuman beberapa panitia bekerja sampai larut malam untuk memasukkan data yang akan di-online-kan melalui Web PPDB. Hari terakhir sebelum pengumuman panitia bekerja sampai pukul 24.00 WIB untuk memastikan tidak ada input data yang salah.

Tibalah saatnya pengumuman pada tanggal 8 Juli pukul 15.00 WIB. Panitia kembali diserang dengan ucapan-ucapan yang tidak menyenangkan dari orang tua yang anaknya tidak diterima. Hampir bisa dipastikan orang tua yang anaknya tidak diterima minta penjelasan kepada panitia. Bisa dibayangkan panitia yang berjumlah delapan orang harus melayani 200 orang lebih dalam satu waktu. Susahnya ketika kita sudah memberikan pemahaman mengapa anaknya tidak lulus tetapi mereka tidak mau paham padahal sebenarnya mereka itu paham. Untung hari sudah mulai gelap, orang tua yang merasa tidak puas akhirnya pulang. Kerja keras kami dibayar dengan ucapan-ucapan terjadinya kecurangan.

Paska pengumuman kembali lagi kami dihadapkan dengan cobaan-cobaan yang menyita waktu dan energi. Orang tua yang anaknya tidak lulus menggunakan orang orang yang memiliki kekuatan dan kekuasaan. Kami sudah menjelaskan bahwa tidak ada cara untuk dapat menerima anak-anak yang tidak lulus tersebut tetapi mereka tidak mau memahami dan tetap memaksakan kehendak. Saya selalu mengingatkan panitia untuk banyak bersabar, tidak terpancing emosi dalam memberikan keterangan. Saya saja dengan kapasitas kepala sekolah yang memberikan keterangan sulit untuk mereka pahami apalagi teman-teman panitia.

Tibalah masa MPLS. Orang orang yang tidak bisa menerima kenyataan tersebut masih juga melakukan berbagai upaya untuk memaksakan kehendak. Pada hari pertama sekolah untuk menghindari dan mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan saya tidak datang ke sekolah pada pagi hari. Momen ini saya gunakan untuk mengantar anak saya yang baru masuk SMA dan memenuhi undangan pihak sekolah. Anak saya juga korban zonasi tetapi saya tidak mau pusing dan mendaftarkannya ke sekolah swasta favourit. Saya mengikuti prosesi upacara hari pertama sekolah sebagai undangan bukan sebagai pembina upacara. Ketika mengikuti upacara tanpa terasa air mata saya menetes. Saya sedih. Sebagai orang tua saya jarang sekali mengikuti momen-momen seperti ini.

Di saat orang tua mengantarkan anaknya di hari pertama sekolah kami, bapak ibu guru, harus rela tidak mengantar anak kami demi menyambut peserta didik ke sekolah. Saya jadi teringat di saat anak bungsu saya wisuda di TK saya tidak bisa hadir karena ada rapat kelulusan. Di saat anak saya bagi rapor saya tidak pernah mengambil rapornya. Untung ayahnya bisa menyediakan waktu untuk mengambil rapor. Ketika pengumuman SMP ayahnya tidak bisa datang dan saya mengusahakan untuk hadir. Saya duduk bersama wali murid yang lain. Kami terlibat pembicaraan ringan dan dia bertanya anak saya kelas 9 apa. Saya jawab dengan pasti kelas 9 A. Tibalah saatnya pembagian pengumuman dan yang membagikan pengumuman wali kelas. Ada sedikit ragu di hati, benarkah anak saya di 9A? Satu per satu wali murid siswa dipanggil. Aulia Hilmy Affandi. Akhirnya nama anak saya dipanggil tetapi yang memanggil wali kelas 9C. Ternyata anak saya kelas 9C. Saya malu sekali dengan ibu wali murid yang duduk di sebelah saya. Akhirnya saya maju dengan perasaan kacau balau. Saat bertemu dengan wali kelas, sang wali kelas berkata, Ibu... ibunya Fandi? Baru ini kita berjumpa ya. Biasanya Bapak yang datang. Bapak ke mana Bu?”

Saya tidak mampu menjawab dan saya meninggalkan ruangan tersebut tanpa berani menoleh ke belakang.

 

* Dewi Sri Indriati Kusuma S.Pd., M.Si. adalah Kepala UPT SMP Negeri 24 Medan

 

JELAJAH