Kembali ke Artikel
Wafiroh: Kegiatan GLS Bukan Sekadar Formalitas Siswa MTsN 7 Kediri sedang melakukan kegiatan literasi sekolah
13 Aug/2019

Wafiroh: Kegiatan GLS Bukan Sekadar Formalitas

Wafiroh: Kegiatan GLS Bukan Sekadar Formalitas

 

Gerakan literasi sekolah (GLS) terus digemborkan. Pasalnya, literasi dianggap sebagai ujung tombak kemajuan. Tanpa kemampuan literasi yang baik, generasi masa depan akan tumbang dalam persaingan.

Wakil Kepala Sekolah Kurikulum SMPN 2 Kedungpring, Lamongan, Hibatun Wafiroh mengungkapkan, kemampuan literasi bagi warga sekolah sangat penting. "Literasi bagi warga sekolah sangat penting. Baik bagi siswa, guru atau pendidik, staf sekolah atau tenaga pendidikan, maupun warga sekolah lainnya," jelas Wafiroh saat dihubungi reporter mediaguru.id, Selasa (13/8/2019).

Wafiroh menjelaskan, banyak manfaat yang akan diperoleh jika siswa memiliki kemampuan literasi yang baik. Di antaranya, siswa akan lebih mudah memahami dan mencapai tujuan pembelajaran, lebih mandiri dalam mencari dan mengolah informasi, dan lebih mampu mengatasi persoalan kehidupan. "Literiasi diharapkan dapat mengubah kualitas hidup menjadi lebih baik," tegasnya.

Lebih jauh lagi, Wafiroh menjelaskan, dengan kemampuan literasi yang baik, diharapkan bisa terwujud keterampilan 4C, yaitu critical thinking, creativity, collaboration, and comunication. Dalam Kurikulum 2013, strategi yang digunakan dalam pembelajaran harus menggunakan pendekatan saintifik, pendekatan yang memadukan kemampuan 4C. Karena itu, kemampuan literasi menjadi mutlak tidak hanya dibutuhkan siswa, tapi juga dibutuhkan guru.

 "So, keterampilan literasi akan membantu proses berpikir siswa dlm level HOTS yang sangat dibutuhkan dlm kehidupan," ujar Wafiroh menekankan.

Pernyataan senada juga diungkapkan Diah Ayu Anggraini. Guru SMK NMC Malang itu menyatakan, kesadaran literasi anak zaman sekarang dinilai masih kurang. Dampaknya, ketika anak-anak terjun ke masyarakat, semua informasi ditelan mentah-mentah, tanpa dipahami secara kritis terlebih dahulu. 

"Itu yang menyebabkan banyak bermunculan isu-isu bohong di masyarakat. Yaitu, karena informasi hanya setengah-setengah," tutur Diah kepada mediaguru.id, Selasa (13/8/2019).

 

Butuh Teladan dan Fasilitas

 

Untuk memaksimalkan gerakan literasi sekolah tidak hanya butuh formalitas. Wafiroh mengatakan, literasi di sekolah bukan sekadar membaca 15 menit di awal pembelajaran. Juga tidak harus menjadi kegiatan tersendiri, tapi bisa diintegrasikan ke dalam pembelajaran. 

"Literasi bisa menjadi budaya, kegiatan, dan tradisi. Kegiatan literasi bisa melibatkan media pembelajaran, tokoh masyarakat, pengrajin, para ahli, atau bisa juga mendayagunakan sumber daya alam," rinci Wafiroh.

Namun, Wafiroh menekankan, kegiatan literasi perlu suri teladan. Di sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, hingga staf perlu memberikan teladan kepada siswa. 

"Dalam menggerakkan literasi, bukan hanya terkait dengan strategi pedagogi, tapi dimulai dengan menguatkan literasi diri kita sendiri sebagai pendidik. Berhasil tidaknya praktik literasi di sekolah tidak lepas dari peran guru. Apakah bisa menjadi motivator dan teladan atau tidak," tegas guru SMPN 2 Kedungpring, Lamongan, itu.

Selain itu, sekolah juga perlu bersinergi dengan wali murid. "Syukur-syukur kalau guru dan orang tua bisa jadi motivator dan teladan dalam literasi ini," tegasnya.

Diah menambahkan, selain ada contoh dari guru, kelengkapan fasilitas juga sangat menunjang keberhasilan gerakan literasi sekolah. "Adanya fasilitas seperti perpustakaan sekolah dan pojok baca juga sangat penting. Koleksi buku di perpustakaan juga harus banyak dan lengkap," pungkas alumnus Universitas Muhammadiyah Malang itu. (ful)

JELAJAH